GIE - 2005



Soe Hok Gie adalah seorang pecinta alam dan aktivis yang kritis pada masanya, seorang mahasiswa jurusan Sastra di Universitas Indonesia tahun 1962-1969. Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942 dengan darah keturunan Tionghoa. Meskipun ia bukan keturunan Indonesia murni, namun pemikiran-pemikirannya amat kritis tentang pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto. Tulisan-tulisannya sering dimuat pada koran Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia dan Indonesia Raya. Bahkan skripsi sarjana muda, skripsi S1 dan tesisnya diterbitkan dengan judul Di Bawah Lentera Merah dan Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan. Opini dan pengalamannya menjalani aksi demonstran pun diterbitkan pada buku Catatan Seorang Demonstran. Buku inilah yang mengilhami dibuatnya film GIE.

Film Gie diproduksi pada tahun 2005 yang disutradarai oleh Riri Reza dan diperankan oleh Nicholas Saputra. Selama lebih dari dua jam, penonton akan hanyut dalam suasana Indonesia yang masih terkungkung oleh PKI. Film ini mengharuskan kita berfikir dan memahami pendapat-pendapat Gie yang disampaikan, mengapa dan bagaimana ia menentang pemerintahan Indonesia pada masa itu. Tapi satu hal yang menjadi bagian menarik bagi saya adalah pada saat Nicholas membacakan sastra-sastra ciptaan Gie. Seperti puisi yang ditulis dengan ketulusan dan penuh perasaan.

Berikut kutipan yang saya dapat dari film GIE :

"Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa. Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui. Apakah kau masih selembut dahulu? Memintaku minum susu dan tidur yang lelap sambil membenarkan letak leher kemejaku. Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah Mandalawangi. Kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi muram, meresapi buaian angin yang menjadi dingin.
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu? Ketika ku dekap, kau dekaplah lebih mesra, lebih dekat. Apakah kau masih akan berkata “ku dengar derap jantungmu”. Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta."


"Seorang filsuf Yunani pernah menulis ... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua." Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."


"Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."

Puisi ini dibuat oleh Gie sebelum ia meninggal di Gunung Semeru pada 16 Desember 1969. Di film tersebut, puisi ini diberikan kepada pacarnya, Ira :

"Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Pandalawangi

   Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
   Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
   Tapi aku ingin mati disisimu manisku
   Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
   Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tau

Mari sini sayangku,,
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas, atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita takkan pernah kehilangan apa-apa" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal E-Commerce BSI Pertemuan 1-6

14 Jenis Muamalah, Contoh dan Dalilnya