Cerpen-Tenggelam I
Cuaca pagi menjelang siang hari ini
cukup cerah meskipun subuh tadi sempat turun hujan. Aku dan sahabat-sahabatku
telah membuat janji untuk berlibur bersama hari ini setelah lelah belajar saat
UTS kemarin. Oiya namaku Vidia, mahasiswi semester dua di sebuah kampus swasta
di Jawa Tengah.
Setelah bertanya kesana kemari untuk
mencari tempat wisata air yang kami maksud akhirnya kami sampai juga. Ya
walaupun tempat itu berada di kotaku, tapi aku sendiri memang tidak tahu
lokasinya. Maklum anak rumahan. Dan tampaknya hari ini tidak banyak pengunjung
yang datang.
Rasanya fikiranku kembali segar melihat air di kolam-kolam yang juga terlihat sangat segar. Kami mulai bermain air setelah berganti pakaian renang. Wah sepi, puas nih. Pikirku.
Kolam di tempat ini memang tidak begitu banyak namun cukup luas. Kami berpencar mencari sisi kolam yang diinginkan masing-masing. Seperti Heni yang memilih duduk saja di bawah payung milik Teh Poci, atau Nina, Fatin, Lisa dan Sisil yang mulai bermain di kolam water boom sana. Sedangkan aku memilih untuk berenang di sebuah kolam yang terlihat tidak cukup dalam. Hanya sebatas dadaku.
Aku mulai berenang dengan gaya punggung menuju sisi lain kolam. Maklum hanya gaya itu yang sedikit aku kuasai. Sampai tiga perempat kolam aku mulai kelelahan mengayuh air dan aku memutuskan untuk berjalan saja menyelesaikan satu perempatnya. Betapa terkejut dan paniknya aku saat menyadari kedalaman kolam ini sudah tidak sama dengan sisi kolam saat aku mulai berenang.
“Tuhan kirimkan malaikat yang bisa menolongku. Aku tidak bisa berenang...” kataku dalam hati sambil mulai melambai-lambaikan tangan. Sesekali aku berhasil muncul ke permukaan air, namun kemudian kembali tenggelam.
Beberapa saat kemudian sebuah tangan menarik tanganku. Menuntunku menuju tepi kolam. Saat hendak naik ke pinggiran kolam tanganku lepas dari pegangannya dan aku mulai tenggelam lagi karna aku benar-benar sudah kelelahan. Dengan cepat tangan itu kembali meraih tanganku dan menarikku ke atas. Aku terus terbatuk. Hidung, telinga, mata dan dadaku rasanya sakit. Lalu orang yang telah menolongku tadi membopongku ke ruang kesehatan dan membaringkanku di atas salah satu tempat tidur di sana.
“Kamu nggapapa?” tanyanya dengan muka sedikit khawatir. Malaikat penyelamatku adalah seorang laki-laki berbadan tegap dengan kulit sedikit gelap namun berwajah amat manis. Usianya sepertinya tidak terlampau jauh dariku.
“Iya nggapapa. Makasih udah nolongin” jawabku
sebisanya di sela-sela batukku dan lamunanku. Gila, habis tenggelem aja masih sempet-sempetnya melongo liat cowo
cakep.
“Iya sama-sama. Kamu istirahat aja dulu.
Kayaknya banyak air yang masuk ke hidung kamu. Ini minum teh angetnya biar
cepet hangat.” Aku menyambut sebuah gelas berisi teh hangat dari tangannya dan
meminumnya sedikit.
“Kamu sendiri ke sini?”
“Engga kok. Sama temen-temenku. Tapi mereka
ngga tau lagi main dimana” kataku jujur dengan sedikit menggerutu dalam hati. Dimana sih mereka. Laki-laki itu hanya
mengangguk saja.
“Boleh minta tolong ngga? Tolong
panggilin temenku. Dia tadi masih duduk di tribun B. Namanya Heni”
“Oke aku panggilin. Kamu istirahat ya”
lalu ia berlalu sambil tersenyum simpul. Manis.
“Makasih” kataku. Sayang dia sudah
keluar dari pintu ruangan. Ah, aku terlalu terpesona sampai lupa mengucapkan
kata terimakasih.
Beberapa saat kemudian ia kembali.
“Temen kamu udah aku panggil. Dia lagi
nyari temen-temenmu yang lain. Sambil nunggu mereka mending kamu keringin dulu deh
badan kamu. Ntar malah masuk angin. Nih pake handukku” katanya sambil
mengulurkan sebuah handuk. Aku hanya terdiam.
“Tenang ini handuk baru kok. Belum
pernah aku pake. Jadi kamu ngga usah khawatir kena panu” katanya lagi sambil
sedikit tertawa. Aku balas tersenyum.
“Makasih” kali ini aku tak mau
melewatkan kata itu lagi.
“Sama-sama. Ya udah aku tinggal dulu ya.
Aku harus ke kampus. Cepet sembuh” katanya sambil berlalu.
“Eh tunggu. Dimana aku mesti ngembaliin
ini?” tanyaku mencegah langkahan kakinya sambil menunjuk ke handuk yang dia
beri.
“Aku sering kesini kok. Hmm mungkin
minggu depan kamu bisa kesini lagi. Aku pasti disini kok”
“Oke. Sekali lagi makasih udah nolongin,
udah minjemin handuk juga”
“Makasihnya pake bakso aja ya minggu
depan kalo handuknya udah kamu kembaliin” jawabnya sambil sedikit tertawa.
Akupun ikut tertawa. Lalu ia pergi meninggalkan aku diruang ini.
**
Setelah kejadian kemarin aku selalu
menanti-nanti hari Kamis agar cepat datang lagi. Aku harus ngembaliin handuk ini. Eh bukan, aku harus ketemu dia lagi.
Pikirku dalam hati sambil terkekeh sendiri.
“Kayanya kamu sekarang jadi centil deh, Vi” tiba-tiba Fatin menyadari aku sedikit berbeda akhir-akhir ini.
“Hmm mungkin dia lagi jatuh cinta sama
Malaikat di Tepi Kolam, Fat” Sisil menimpali sambil tertawa. Sahabat-sahabatku
ikut tertawa.
“Kalian kelamaan si kemaren. Coba
datengnya pas dia masih di sana. Kalian juga pasti bakal naksir. Manisnya itu
looooooh” jawabku dengan muka berbinar dan senyum lebar. Kedua tanganku menempel
di pipi layaknya anggota Cherrybelle.
“Tuh kan centil!” kata mereka serempak.
“Ntar aku kenalin deh. Kamis besok
kalian ikut aja. Eh jangan, Kamis besoknya lagi maksudku. Hehe”
“Etdaah kaya kamu udah kenal aja sama
dia. Tau dia namanya siapa? Lagian kita ngga pengen kesana lagi kok.
Bosen” Nina memang begitu. Seperti acuh
tak acuh. Tapi mereka tetap sahabat-sahabatku meskipun mereka sedikit aneh. Ehh
Kamis yang aku tunggu akhirnya datang
juga. Setelah mencari kesana-kemari akhirnya aku menemukan malaikatku lagi.
Malaikat di Tepi Kolam kata Sisil.
“Hai” tegurku sambil tersenyum padanya
saat dia baru saja keluar dari air.
“Eh kamu. Mau ngembaliin handuk ya? Kalo
gitu langsung saja yuk kita pesen bakso” katanya dengan penuh canda. Ternyata
dia bukan hanya baik, manis dan atletis, tapi juga ramah dan mudah bergaul.
“Haha oke oke kita pesen bakso. Tapi
masa aku makan sama orang yang ngga aku kenal si” jawabku sambil sedikit
terkekeh. Sebenernya itu alibi agar aku bisa tahu namanya.
“Aku Evan” aku menyambut uluran
tangannya, “Vidia”
“Ya udah yuk pesen baksonya. Laper nih”
aku hanya tertawa sambil berjalan menuju kantin di pojok kolam. Ternyata dia beneran minta di traktir.
Setelah mengobrol panjang lebar akhirnya aku tahu bahwa dia kemarin menggantikan kakaknya menjadi safety guide disini. Dia adalah seorang mahasiswa semester empat di kampus dekat kampusku. Dan dia sering datang kesini untuk berlatih berenang. Ya dia adalah atlet renang. Wah.
“Makasih loh udah di traktir bakso beneran. Sebenernya tadinya aku cuma becanda” katanya sambil mengantarku menuju pintu keluar.
“Haha ngga papa kok. Anggep aja ucapan
terimakasih dari aku. Ya udah aku pulang dulu ya. Sekali lagi makasih buat
semuanya” jawabku dengan senyum tulus.
“Iya sama-sama. Lain kali belajar renang
yah yang pinter biar ngga ngrepotin orang” aku dan dia sama-sama tertawa.
“Mau ngajarin? Aku paling ngga bisa
olahraga loh”
“Haha pasti bisa kok asal mau usaha” aku
hanya tersenyum saja. Dari awal bertemu, ucapannya selalu membuat aku
terkesima. Caranya bicara amat baik dan halus. Sepertinya,, ah sudahlah.
Sebelum aku sampai ke pintu keluar ia sempat meminta nomer HPku dan berjanji akan menghubungiku. Jujur, aku sangat bahagia. Rasanya seperti air di kolam-kolam itu membisikan kata-kata indah yang belum pernah aku dengar sebelumya. Dan seperti minggu kemarin, aku menantikan lagi hari dimana aku bisa bertemu lagi dengan dia. Aku ingin lebih dekat dengan laki-laki selucu, sebaik, semanis, sesempurna dia. Ya, aku ingin..
Cerpen-Tenggelam II
~RLK - Little Dreamer~
15 Mei 2015
Komentar
Posting Komentar