Review Novel RENGGANIS - ALTITUDE 3088
DETAIL BUKU
Penulis : Azzura Dayana
Tahun : 2014
Genre : Novel Fiksi
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cover : Softcover
Tebal : 232 halaman
Cetakan : Original
Harga : Rp 38.000,- (Juni 2020 – Onlineshop)
Keterangan : Cover Cetakan I, Agustus 2014
REVIEW
Assalamu’alaikum...
Salam lestari!
Sudah baca review saya mengenai novel Altitude 3676 – Takhta Mahameru? Jika belum, silakan kunjungi halamannya disini. Karena di postingan kali ini saya akan membahas seri lainnya dari novel tersebut. Masih karya dari Azzura Dayana dan masih dengan tema pendakian, maka inilah review novel Rengganis – Altitude 3088.
Meski ditulis oleh penulis yang sama dan sama-sama menggunakan kata “altitude” di judulnya, setiap novel altitude-nya Azzura Dayana memiliki latar gunung yang berbeda, dan juga menceritakan kisah yang berbeda pula. Altitude 3676 – Takhta Mahameru berlatar di Gunung Semeru dengan tokohnya Faras dan Ikhsan, Rengganis – Altitude 3088 berlatar di Gunung Argopuro dengan tokohnya Dewo dkk, serta Altitude 3159 – Miquelii yang berlatar di Gunung Dempo dengan tokoh yang belum saya ketahui karena belum saya baca.
Gunung Argopuro yang menjadi latar novel ini merupakan salah satu gunung di Jawa Timur, dan menjadi gunung dengan trek terpanjang di Pulau Jawa yaitu lebih dari 40 KM. Untuk mendaki gunung tersebut dibutuhkan durasi perjalanan pulang pergi yang cukup lama yaitu mencapai 4 atau 5 hari.
Gunung Argopuro selain menyuguhkan
bentangan alam yang mempesona dan memiliki 3 puncak yang indah, gunung ini juga
menyimpan kesan mistik yang mendalam dengan hadirnya legenda Dewi Rengganis,
putri Kerajaan Majapahit yang membuat istana di gunung tersebut. Di sana masih
terdapat beberapa sisa bangunan yang dipercaya merupakan reruntuhan istana
Putri Rengganis. Juga terdapat sisa peninggalan lapangan udara tertinggi di
dunia pada masa penjajahan Belanda.
Kisah pendakian Gunung Argopuro mulai dari Terminal Bungurasih, Surabaya hingga Desa Bermi Kecamatan Krucil dirangkum secara lengkap di novel ini. Dalam 232 halaman kita akan mengikuti setiap jejak langkah kaki Dewo dan teman-temannya di gunung mistis tersebut. 8 orang pendaki tergabung dalam satu tim, yaitu Dewo, Acil, Fathur, Rafli, Dimas, Ajeng, Nisa dan Sonia (saya sampe hapal nama-namanya).
Bagi orang-orang yang belum pernah ke Gunung Argopuro seperti saya, di novel ini kita akan membiarkan diri kita berimajinasi, membayangkan bagaimana rupa tempat-tempat eksotis di Gunung tersebut. Mulai dari Mata Air Pertama, sabana, Cikasur, Cisentor, Rawa Embik, Sabana Lonceng, Puncak Rengganis (3.075 MDPL), Puncak Argopuro (3.088 MDPL), Puncak Arca, Gunung Cemara Lima (2.500 MDPL), Cisinyal, Hutan Lumut hingga Danau Taman Hidup. Penulis sukses menyuguhkan deskripsi yang detail mengenai setiap tempat dan setiap trek yang ada di gunung tersebut.
Selain melatih imajinasi kita, novel ini juga memberikan pengalaman dan ilmu dalam dunia pendakian yang sebelumnya tidak saya ketahui. Misalnya mengenai tanaman selada air yang biasa ditemukan di gunung dan bisa dimasak, tentang manajemen logistik, tentang dasar-dasar survival (meski tidak terlalu banyak), dan lain sebagainya. Jadi bisa menambah wawasan jika suatu saat punya kesempatan mendaki gunung lagi.
Tapi sewaktu saya membaca novel ini seperti ada yang kurang di hati saya. Ketika saya membandingkan dengan novel Altitude 3676 – Takhta Mahameru, novel ini terasa tidak memiliki konflik sekompleks novel sebelumnya. Di Takhta Mahameru kita bisa menemukan konflik persahabatan, keluarga dan cinta sekaligus. Namun di novel Rengganis alur lebih banyak berfokus pada trek, trek dan trek, bahkan konflik yang berhubungan dengan trek pendakian pun terkesan “nanggung”, atau kurang klimaks.
Maksud saya disini adalah pengalaman membaca novel Takhta Mahameru yang sangat mengesankan bagi saya, rasanya berkurang ketika saya membaca novel Rengganis. Meskipun kisah tentang perjalanan mendaki juga membuat saya sangat excited, namun ada saatnya saya merasa bosan. Berbeda dengan novel Takhta Mahameru yang setiap babnya menyisakan rasa penasaran hingga ingin terus membaca ke bab berikutnya.
Tapi ya wajar setiap karya punya kurang dan lebihnya, tergantung cara penulisannya dan juga tergantung selera pembacanya juga. Jika kalian termasuk pembaca yang suka konflik yang kompleks, suka cerita yang panjang dan buku tebal, suka alur yang maju mundur sehingga kalian harus membuka-buka halaman sebelumnya untuk mencari petunjuk, maka novel Takhta Mahameru sangat pas untuk dibaca.
Tapi jika kalian lebih suka alur maju dan mengalir, lebih suka novel tipis atau sedang, tidak terlalu ribet bolak balik halaman, dan lebih tertarik dengan pemaparan trek pendakian dibanding konflik yang beleber kemana-mana, maka novel Rengganis – Altitude 3088 yang harus kalian pilih.
Juga tidak ada salahnya juga jika kalian menyukai kedua jenis tersebut. Apalagi cara penyajian dua novel ini memang sangat berbeda dan tentu saja akan menghadirkan pengalaman membaca yang berbeda pula. Yang pasti keduanya membahas satu tema yang sama, tema yang sangat menarik, yaitu mengenai pendakian.
Itulah review saya kali ini mengenai novel Rengganis – Altitude 3088. Terlepas dari perbandingan dengan novel lainnya, novel ini sangat menghibur dan memberikan wawasan baru mengenai Gunung Argopuro. Sampai saat ini saya cukup penasaran dengan tempat-tempat di gunung tersebut, khususnya Danau Taman Hidup yang katanya menjadi tempat pemandian Putri Rengganis dan masih menyimpan banyak kisah mistis. Tapi untuk mendaki kesana, saya masih harus berpikir tiga empat kali, mengingat treknya yang panjang dan durasi yang cukup lama. Hehe.
Sampai ketemu di review selanjutnya yaitu mengenai novel Altitude 3159 – Miquelii, In syaa Allah. Wassallam, dan salam lestari!.
KUTIPAN
A traveler without observation is like a bird without wings.
(Hal. 12)
Kau tak pernah menaklukkan
sebuah gunung. Kau berdiri di puncak hanya sesaat. Setelah kau turun, angin
bertiup menghapus jejak-jejak kakimu.
- Arlene Blum
(Hal. 116)
Leave nothing but footprint, take nothing but picture, kill
nothing but ego and time.
(Hal. 208)
Selalu ada keringanan untuk
setiap beban. Selalu tersedia solusi untuk setiap masalah dan musibah.
(Hal. 216)
Komentar
Posting Komentar