Review dan Kumpulan Kutipan Buku MARRIAGE WITH HEART
DETAIL BUKU
Penulis : Elia Daryati & Anna Farida
Tahun : 2015
Genre : Pernikahan
Penerbit : Kaifa
Cover : Softcover
Tebal : 204 halaman
Cetakan : Original
Harga : Rp 20.000,- (Juli 2020 – Event
Komidi Putar Mizan)
Keterangan : Cover Cetakan I, Juli 2015
REVIEW
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.
Pernikahan.
Apa yang terbayang di kepalamu ketika mendengar satu kata itu?
Kalau saya, banyak yang terbayang. Yang pasti, pernikahan memang menjadi sesuatu yang didamba-dambakan dan tentunya akan membahagiakan manakala akhirnya pernikahan itu bisa diraih. Tapi saya juga sadar, pernikahan tidak melulu tentang senang-senang, ada banyak PR yang menanti, yang akan menguji keimanan dan keutuhan pernikahan itu sendiri.
Saya membeli buku “Marriage With Heart” ini bulan Juli 2020. Waktu itu saya dapat voucher giveaway dari Mizan Store dalam event Komidi Putar. Voucher diskon senilai Rp 50.000 itu saya pakai untuk membeli 2 buku, yaitu “Arah Musim” yang kemarin sudah saya review, dan buku “Marriage With Heart” ini.
Kenapa saya memilih buku “Marriage
With Heart”?
Karena saat itu kesadaran saya untuk mulai belajar mengenai ilmu-ilmu pernikahan mulai tumbuh, meskipun saat itu saya belum terbayang sama sekali kapan akan menikah, dan akan menikah dengan siapa, haha. Saya sadar bahwa pernikahan itu memang butuh ilmu dan persiapan sebelumnya, selain nantinya akan terus belajar bersama-sama pasangan setelah menikah. Berilmu sebelum beramal.
Saya membeli buku Juli 2020, tapi 4 bulan kemudian baru saya baca, yaitu di bulan November 2020. Sedikit curcol, saat itu saya baru saja dikhitbah oleh seseorang melalui proses yang terbilang singkat (Juli masih jomblo 100%, November sudah dikhitbah, hehe). Nah mulai saat itu saya mulai membaca buku-buku pernikahan yang sudah tertumpuk namun belum sempat saya baca.
Buku ini dibagi menjadi sekitar 40 judul, yang pembahasannya beraneka rupa. Mulai dari status jomblo, perjodohan, awal pernikahan, baby blues, mertua, anak tiri, kerja sama suami istri, keuangan, CLBK, main api, selingkuh, KDRT, perceraian, romanisme, komitmen, dan banyak hal lain. Benar-benar sarat akan ilmu dan pemahaman mengenai pernikahan, juga mengenai prinsip-prinsip penting dalam berumah tangga, dan tak lupa dilihat dari sisi agama.
Menurut saya, buku ini dikemas dengan cara yang ringan, santai, mudah dimengerti dan aplikatif. Tampilan yang colorful dan disertai ilustrasi kecil, menjadikan buku ini anti membosankan. Bahkan dalam beberapa hal tidak hanya dijelaskan mengenai teori, namun juga disertai contoh, tips dan kisah-kisah nyata yang menjadi inspirasi sekaligus renungan.
Penulis buku ini memang bukan orang sembarangan, beliau adalah pengampu rubrik psikologi di sebuah surat kabar dan penulis buku pendidikan keluarga. Jadi wajar jika cara penulisan dan kisah yang beliau tampilkan ini sangat sesuai dengan kenyataan di lapangan, karena pengalaman beliau dalam menangani konsultasi dari banyak orang.
Jadi, buku yang ringan ini sangat cocok dibaca, baik oleh pengantin baru maupun pengantin lama, oleh ibu-ibu maupun bapak-bapak. Isinya sangat bermanfaat dan In syaa Allah jika direnungi dan diterapkan oleh kedua pihak akan menjadikan rumah tangga menjadi lebih damai, penuh cinta dan penuh kasih sayang. Aamiin.
Demikian review saya kali
ini.
Mohon doanya supaya pernikahan saya nantinya menjadi pernikahan yang dipenuhi sakinah dan diridhoi Allah. Aamiin.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wa barakatuh.
KUTIPAN
Kondisi mental pasangan
yang pacaran dan menikah itu jauh berbeda. Pacaran selama apa pun tidak bisa
menggaransi keterbukaan antar pasangan. “Seni” berpacaran adalah berpura-pura. Karenanya,
pacaran tak pernah menjadi sampel pernikahan.
(Hal. 10)
Pernikahan yang bermula
dengan perjodohan atau bukan, selalu menyisakan ruang untuk saling belajar. Dan
dari mana pun asalnya, pernikahan ini sudah menjadi milik mereka pribadi.
(Hal. 15)
Pernikahan bukan
semata-mata untuk Anda, mas. Anda menikah bukan hanya untuk bikin diri sendiri
bahagia, tapi untuk bikin istri Anda bahagia, lho.
Pernikahan yang sejati,
cinta yang sejati, bukan melulu tentang “saya”, tapi tentang “orang yang saya
cintai”.
(Hal. 17)
Menikah adalah janji dengan
segala konsekuensi. Menikah adalah keterikatan dengan pasangan, dengan keluarga
besar, dan yang paling hakiki dengan Tuhan. Jika ada masalah dalam pernikahan,
yang perlu dilakukan adalah mengurainya hingga tuntas.
(Hal. 29)
Modal terbesar dalam
berumah tangga adalah percaya pada diri sendiri, pada keluarga baru, dan tentu
saja kepada Allah.
(Hal. 39)
Kita tidak bisa mengontrol
lisan orang lain. Yang bisa kita kuatkan dan kendalikan adalah perasaan kita
sendiri. Percaya saja kepada Allah.
(Hal. 55)
Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa berbagi pekerjaan rumah tangga adalah kunci sukses nomor tiga
dalam pernikahan, setelah kesetiaan dan kehidupan seks yang sehat.
(Hal. 64)
Pujian dan ucapan terima
kasih itu gratis, tapi bisa membeli banyak hati.
(Hal. 68)
Pasangan adalah orang yang
harus paling banyak menerima kebaikan kita, karena dia adalah orang yang paling
banyak menerima dan menjaga rahasia terburuk kita.
(Hal. 88)
Sebenarnya pertemanan
online akan aman bahkan menguntungkan jika kaidahnya dipatuhi, yaitu menghargai
pasangan.
(Hal. 90)
Banyak misteri dalam
pernikahan yang tak terurai jika kepintaran rasional semata yang diandalkan. Karenanya,
jadikan Allah sebagai sandaran, agama sebagai landasan dan tuntunan. Dia yang
Maha Menjaga, Maha Menggenapkan.
(Hal. 138)
Membawa gadget ke ranjang
itu seperti mengajak selingkuhan tidur di antara Anda dan pasangan.
(Hal. 169)
Begitu menikah, dengan
kehendak Anda sendiri atau bukan, direncanakan atau dadakan, jelas membuat Anda
melangkah ke ruang kehidupan yang berbeda. Banyak hal baru yang akan Anda
alami, bukan hanya sebagai pribadi, tapi juga sebagai pasangan orang lain.
(Hal. 177)
Menikah tak berarti
mengubah dua menjadi satu, tapi menuntun dua manusia menuju arah yang satu.
(Hal. 180)
Anak-anak hadir demi
mendidik ayah-ibu mereka untuk menjadi manusia dewasa.
(Hal. 189)
Sebelum menikah, doanya
adalah minta jodoh. Setelah menikah, tiap hari cemas memikirkan kemungkinan
yang bisa menimpa. Was-was ditiupkan ke hati yang goyah. Karenanya, pernikahan
yang kuat adalah yang disandarkan pada kemauan yang kuat dan doa yang digenggam
erat.
(Hal. 196)
Ijab kabul bukan tujuan
akhri sebuah hubungan lelaki dan perempuan, namun titik awal terbentuknya
keluarga baru. Artinya, di dalamnya ada dua manusia yang memulai hidu baru
bersama-sama. Saat manis dilalui, perjuangan dijalani. Tumbuh bersama dan jatuh
bangun berdua.
(Hal. 199)
Semoga nanti di hari akhir,
pasangan kita akan berkata, “Ya Allah, aku bersyukur Engkau telah memberikan
dia kepadaku. Sesungguhnya aku ridha kepadanya”.
(Hal. 200)
Komentar
Posting Komentar