WFH (Write from Heart) - Sebuah Cerita Panjang Lebar Tentang Sesuatu yang Spesial



Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Ketika aku memulai mengetik tulisan ini, waktu menunjukkan pukul 23.02 WIB, tanggal 20 Januari 2020, berlokasi di kamar kostku di Jakarta Timur. Sudah cukup malam sebenarnya untuk beraktivitas di depan monitor, tapi tiba-tiba aku ingin merealisasikan niat untuk menulis kisah pendakian pertamaku. Sebenarnya niat awal menghidupkan laptop karena ingin mengerjakan tugas kuliah, tapi apalah daya ketika source code Matlab tak juga nyantol di otak, akhirnya aku pun menyerah dan malah membuka program Microsoft Word.

Kebetulan sekarang di luar sedang hujan, sepertinya semakin syahdu untuk menulis, hehe. Dan sebenarnya kalau dituliskan, kisah pendakianku bisa dibilang sudah basi karena aku mendaki sekitar 4,5 bulan yang lalu, tepatnya pada 1 September 2019. Tapi dari pada tidak sama sekali, aku memilih menuliskannya sekarang. Anggap saja untuk kenang-kenanganku sendiri. Karena bagaimanapun, pengalaman pendakian pertama adalah bukti bahwa Allah telah mengabulkan satu lagi mimpiku, yaitu mimpi untuk bisa mendaki gunung. Jadi ini kisah yang sangat spesial untuk aku pribadi.

Prolog


Nah, jadi kisah ini bermula ketika pada awal bulan Agustus 2019 seorang kawan tiba-tiba mengirim pesan Whatsapp. Kawanku ini teman sekolah sewaktu SMK di kota asalku, Purbalingga, juga kawan akrab di organisasi kala itu. Dia menanyakan apa aku masih tinggal di Cibitung (karena sebelum bekerja di Jakarta Timur aku sempat tinggal di Cibitung). Sedang dia sendiri tinggal dan bekerja di Karawang.

Singkat cerita ternyata Kawanku hendak mengajakku mendaki, tepatnya ke Gunung Gede di daerah Cianjur, Jawa Barat. Alasannya? Dia merasa masih punya hutang karena sebelumnya pernah berjanji suatu saat akan mengajakku naik gunung. Dan sampai saat itu janji itu belum juga terealisasi. Ah, Kawanku ini memang kawan yang sangat tepat janji, huhu.

Nah tentu saja ajakan itu ku respon dengan antusias, walaupun saat itu aku masih ragu apakah akan bisa mengantongi restu dari Mama atau tidak. Karena seperti sebelum-sebelumnya, aku selalu gagal mendaki karena faktor restu yang tidak aku dapatkan dari orangtua, Mama terutama. Tapi entah bagaimana kali ini aku merasa optimis akan diperbolehkan mendaki.

Akhirnya aku memutuskan untuk mulai bersiap, mulai dari latihan fisik, membeli perlengkapan, mencari informasi dan tips pendaki pemula, registrasi online, dll. Padahal saat itu aku masih belum izin ke Mama. Baru beberapa hari kemudian, dengan sangat lembut dan santun aku menyampaikan niatku itu ke Mama. Aku bilang, “Ma, aku ijin mendaki gunung ya, bla bla bla” disertai berbagai pernyataan demi meyakinkan Mama bahwa pendakian ini aman. Apalagi Kawanku juga cukup berpengalaman naik gunung, dan sudah pernah mendaki ke Gunung Gede sebelumnya.

Walaupun akhirnya diperbolehkan, prosesnya cukup sulit untuk bisa menyakinkan Mama. Dan saat ini aku sadar, ketika Mama memperbolehkan aku mendaki sebenarnya beliau merasa sangat-sangat-sangat berat dan khawatir atas keselamatanku. Beliau pasti galau berat untuk memutuskan. Tapi karena melihat putrinya ini sudah ingin mendaki dari SMK dan tak pernah kesampaian, akhirnya dengan penuh rasa khawatir Mama pun mengizinkan. Pokoknya tanpa restu dan izin Mama, mungkin kisah pendakian ini tidak akan pernah ada. Terimakasih Mama.

Selama satu bulan menjelang pendakian aku rutin melakukan latihan fisik. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor aku rutin berolahraga ringan. Aku lakukan gerakan-gerakan ringan yang diberitahu teman kantorku, yang katanya bisa menguatkan otot kaki dan pernafasan. Latihan fisik ini sangat penting loh, walaupun di minggu pertama badan sakit-sakit karna belum terbiasa berolahraga, tapi efek baiknya akan benar-benar terasa nanti pada saat pendakian dan pasca pendakian.

Lalu dari sisi perlengkapan, aku juga mulai membeli berbagai perlengkapan yang dibutuhkan, seperti matras, senter, sendal gunung, topi, celana, kaos, dll. Sejujurnya hampir semua perlengkapan dari mulai yang standar sampai yang paling receh aku harus membeli, karena memang aku sama sekali belum punya perlengkapan apapun, hehe. Namun untuk perlengkapan utama seperti ransel dan sepatu aku memilih untuk pinjam karena faktor dana.

Dari hasil berburu perlengkapan ini lah akhirnya aku sadar bahwa hobi mendaki gunung memang hobi yang mahal. Buktinya aku hanya membeli perlengkapan-perlengkapan kecil, tidak termasuk carrier, sepatu, sleeping bag, dll, aku sudah habis sekian-ratus ribu. Belum nanti untuk biaya logistik dan lain-lain, totalnya hampir satu juta. Padahal Gunung Gede itu dekat dengan Jakarta dan tidak perlu naik transportasi yang cukup mahal. Gimana kalau gunung yang lebih jauh dan berat ya, haha. Mungkin kalau aku belum bekerja, aku juga belum berani mendaki karena melihat faktor ini.

Lalu persiapan ilmu juga aku lakukan. Aku mulai membaca artikel-artikel pendakian, tips-tips pendaki pemula, informasi mengenai Gunung Gede, bahkan sampai menonton video pendakian di YouTube sesuai jalur yang akan kami lalui yaitu jalur Cibodas. Ternyata hal sederhana seperti ini juga sangat penting, supaya kita lebih siap menghadapi pendakian. Secara kita sudah punya gambaran jalur yang akan dilalui nanti seperti apa, waktu tempuhnya berapa jam, dan sebagainya.

For your information, rombongan kami akan berjumlah 8 orang (termasuk aku), 6 laki-laki dan 2 perempuan. Dan dari 7 teman pendakian pertamaku itu, cuma 1 orang yang sudah aku kenal yaitu Kawanku tadi. Sedangkan 6 orang lainnya adalah teman-temannya, baik teman kerja maupun teman kuliah, yang semuanya belum aku kenal sama sekali. Mereka ber-7 semuanya tinggal di Karawang dan hanya aku sendiri yang dari Jakarta.

Tadinya kami berencana akan berangkat ke Cianjur naik bis dari terminal Kampung Rambutan. Tapi karena satu dan lain hal akhirnya rencana berubah, kami akan naik sepeda motor dari Karawang.

H-1 Pendakian


Dan akhirnya setelah melalui satu bulan penuh persiapan itu, pada hari Jumat, 30 Agustus 2019 malam, sepulang kerja aku berangkat seorang diri dari Jakarta ke Cikarang menggunakan KRL. Karna belum ada jalur KRL sampai Karawang jadi aku turun di Cikarang, dan Kawanku menjemputku di Stasiun Cikarang.

Sampai di Karawang sudah tengah malam, hampir jam 12 malam. Malam itu aku istirahat sebentar di kost partner pendaki perempuanku esoknya. Aku tidur sangat sebentar sekitar 3 jam, dari jam 1 sampai jam 4 pagi. Kami harus bangun pagi-pagi karena harus berangkat ke Cianjur selepas Shubuh. Tapi walaupun kurang tidur, aku masih semangat saking excitednya mau mendaki gunung untuk pertama kali. Hehe.

Oh iya jangan nanya bentuk ranselku dan bagaimana cara aku packing ya, wkwk. Secara sebagai pendaki pemula, aku belum tahu bagaimana cara packing yang baik dan benar, juga barang-barang apa saja yang perlu dan tidak perlu dibawa. Segala hal yang aku anggap perlu aku masukkan ke dalam ransel (misalnya handuk, padahal akhirnya ngga terlalu terpakai). Jadilah ransel aku gendut, berat dan aneh bentuknya, padahal belum ada logistik apapun yang masuk, baru pakaian dan perlengkapan pribadi, wkwk. Moment yang cukup memalukan.

=====

Sekarang sudah pukul 00.00 WIB. Satu jam ngetik dan aku baru cerita pengantarnya aja, belum cerita apapun tentang pendakian, haha. Aku lanjut besok ya ceritanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal E-Commerce BSI Pertemuan 1-6

14 Jenis Muamalah, Contoh dan Dalilnya