Menabung Langkah Untuk Mencapai 2.958 MDPL


Day 1 - Perjalanan ke Cibodas


Oke, sekarang waktu menunjukkan pukul 21.48 WIB. Tanggalnya? Jangan kaget. Sekarang 28 Maret 2020, alias 2 bulan lebih sejak aku menulis kisah pengantar pada 20 Januari lalu. Parah ya, wkwk. Aku juga heran kenapa bisa selama itu menyelesaikan satu kisah pendek seperti ini. Ternyata mengumpulkan niat untuk menulis itu susah BANGET. Makanya aku selalu salut sama orang-orang yang berhasil menulis buku, apapun hasilnya, bagaimanapun isinya. Karena itu artinya mereka sudah berhasil mengalahkan rasa malas mereka sendiri.

Baiklah sekarang kita lanjut saja cerita yang tertunda itu.

Perkenalan pertamaku dengan teman-teman pendakian itu hari Sabtu, 31 Agustus 2019, beberapa jam sebelum pendakian. Artinya pengalaman pendakian pertamaku bisa dibilang bersama dengan orang-orang yang benar-benar baru dikenal. Padahal dulu ekspektasiku pendakian pertama akan bersama dengan orang-orang terdekat. Tapi Alhamdulillah ini tak jadi masalah si, karena semua teman-teman baruku enak diajak ngobrol dan bisa langsung nyambung.

Selepas Shubuh kami bertolak dari Karawang ke Cianjur menggunakan sepeda motor, berbonceng dengan 4 sepeda motor. Karawang melepas kami dengan pemandangan matahari terbit yang indah sepanjang perjalanan. Setiap dua jam kami beristirahat, meluruskan kembali pinggang yang pegel, meregangkan lagi otot kaki, mengistirahatkan tangan bagi mereka yang mengemudi, mengistirahatkan punggung bagi kami yang membonceng (karena yang membonceng pasti menggendong carriernya sepanjang jalan).


Sekitar pukul 9 pagi kami sampai di Cianjur. Di sepanjang jalan raya yang terus menanjak itu, Gunung Gede terlihat gagah berdiri di samping kiri. Waktu itu aku membonceng Kawanku dan dia berceletuk, “Sanggup ngga kira-kira?”. Aku pun tiba-tiba merasa tidak percaya diri. Aku sadar diri sudah lama tidak melakukan aktifitas fisik, olahraga pun sangat-sangat jarang, bahkan tampir tidak pernah. Aku hanya takut tepar ketika mendaki dan malah merepotkan teman-teman satu rombongan.

Sebelum berbelok ke jalan yang menuju jalur pendakian Cibodas, kami berhenti di minimarket, membeli berbagai kebutuhan logistik dari air mineral ukuran besar (16 botol, masing-masing 2 botol) dan air mineral ukuran kecil (8 botol), nugget, snack, obat-obatan, bumbu dapur, dll. Total belanja waktu itu cukup mencengangkan buatku, tapi aku lupa berapa tepatnya. Tapi wajar lah karena kami membeli kebutuhan logistik 2 hari untuk 8 orang.

Sampai di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sekitar pukul 11 siang. Disana kami langsung registrasi, lalu tes kesehatan. Saat itu kami sama sekali belum makan dari pagi, sehingga kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu di warung-warung yang banyak berjualan di daerah situ sambil membagi beban logistik.



Day 1 - Mulai Pendakian


Disini perlu aku sampaikan dulu bahwa terhitung sejak pendakian, berarti sekarang sudah 7 bulan berlalu. Jadi detail track (jalur), detail waktu, cerita-ceritanya sudah agak samar dari ingatan. Jadi mungkin akan ada beberapa hal yang detailnya kurang tepat dari apa yang aku ceritakan. Hal ini juga si sebenarnya yang mendorong aku menulis. Karena aku ingin ketika suatu hari aku ingin bernostalgia dengan pendakian pertama, aku tinggal membaca cerita ini untuk mengingat semuanya.

Oke lanjut. Track pertama yang kami lalui dari pintu gerbang pendakian seingatku masih jalan beraspal walaupun tidak terlalu lebar, dan juga belum terlalu menanjak. Juga ada jalur khusus pejalan kaki yang berupa susunan batu-batu. Di sebelah kanan dan kiri jalan tampak lapangan-lapangan dalam berbagai ukuran dan kondisi. Rupanya disitu biasa digunakan untuk perkemahan. Saat itu waktu menunjukkan kurang lebih setengah 2 siang.

Lalu setelah beberapa belas menit kami berjalan, kami mulai dihadapkan pada anak-anak tangga yang tersusun dari batu-batu. Sebelum menanjak disana tersedia toilet. Dan sejak saat itu pula para pria harus rela terbebani oleh dua gadis di rombongan mereka, yang tiba-tiba minta berhenti mau buang air. Mumpung nemu WC katanya. Haha.

Nah setelah para gadis menyelesaikan kebutuhannya, kami mulai meniti tiap anak tangga. Sebenarnya ini belum apa-apa. SANGAT belum ada apa-apanya, bahkan anak tangganya juga tidak terlalu banyak. Tapi jujur aku sudah ngos-ngosan. Di kondisi itu mau menunjukkan kalo aku cape tapi malu (soalnya baru juga mendaki sedikit). Tapi kalo sok kuat juga padahal napas udah ngap-ngapan. Jadi gimana dong? Ya udah lanjut aja sambil pura-pura kuat. Wkwk.

Diujung anak tangga itu terdapat basecamp sebagai pos pengecekan pendakian. Selepas cek barang bawaan di basecamp, dan juga setelah sholat Dhuhur kami pun memulai perjalanan dari titik ketinggian 1.370 MDPL, menabung langkah satu persatu untuk bisa mencapai Puncak Gede di ketinggian 2.958 MDPL.

(Sekarang sambil nulis aku juga sambil nonton video di Youtube supaya inget detail jalurnya, supaya runtut ceritanya)

Setelah melewati anak tangga kami dihadapkan pada jalur yang lumayan landai dengan jalan yang tersusun dari batu-batu. Di kanan kiri jalur masih hutan dengan pohon-pohon yang lebat. Jadi suasananya sudah hutan banget, adem, hijau, nikmat banget. Tak berapa lama kami sampai di Pos Telaga Biru. Sambil beristirahat kami duduk-duduk di kayu yang tergeletak di pinggir Telaga Biru, di samping kiri jalur pendakian. Cukup untuk melepas lelah sambil mencuci mata.


Lanjut berjalan, track masih sama seperti sebelumnya. Lalu kami akan bertemu dengan jembatan yang cukup panjang yang terbuat dari beton. Jembatan ini melintasi rawa yang bernama Rawa Gayonggong. Kondisi beton pun sudah banyak yang rontok sehingga jembatan menjadi berlubang, bahkan bolong parah pada beberapa titik, sehingga harus hati-hati supaya tidak terperosok. Di spot ini sangat bagus untuk foto dengan pemandangan hutan mengelilingi, serta tumbuhan bunga terompet menjulur dari sisi jembatan.



Lalu di ujung jembatan jalur akan kembali ke susunan batu seperti sebelumnya. Tak berjalan lama  kami sampai di Pos Panyangcangan. Disitu adalah pos percabangan antara jalur pendakian Gede Pangrango dengan jalur air terjun Cibeureum. Kami istirahat sejenak sambil bersapa dengan pendaki lain. Memang betul kata Rons Imawan di buku Langit Merbabu yang berbunyi, “Selelah apa pun, atmosfer gunung tidak akan memberimu kesempatan untuk bersikap ketus. Ramah tamah dan kesantunan bakal menuntunmu menciptakan ruang persahabatan dengan siapa pun yang kamu papasi di jalan”. Sangat menyenangkan.

Selesai beristirahat dan mengatur napas, kami mulai berjalan lagi. Kali ini track berbatu mulai tidak rapih dan lebih menanjak, jadi lebih terasa lagi lelahnya. Lalu bagaimana keadaanku sejauh itu? Alhamdulillah masih sehat wal’afiat. Sudah mulai terbiasa berjalan. Apalagi kondisinya memang tidak panas bahkan cenderung sejuk, jadi tidak terlalu menguras tenaga. Pemandangan di sisi kanan jalur seperti jurang dan terdengar suara air, karena di bawah sana adalah air terjun Cibeureum. Sambil berjalan kami mengisi tenaga dengan ngemil makanan manis, seperti gula batu dan Choky Choky.

Sekitar selepas Ashar kami sampai di Shelter Rawa Denok 1 (kok apal namanya? Iya kan sambil nonton Youtube orang, haha). Disitu kami menjalankan sholat Ashar berjamaah. Wudhu dengan persediaan air yang kami bawa, tapi sangat irit menggunakannya. Kenikmatan naik gunung akan berlipat-lipat kalau kita bisa tetap menjalankan kewajiban di tengah pendakian, apalagi sholatnya berjamaah sama teman-teman yang lain. Mendaki gunung dengan kondisi yang minim air bukan halangan untuk tetap menjalankan ibadah wajib.

Lanjut lagi kami sampai di Shelter Rawa Denok 2 (tidak beristirahat disitu), Shelter Batu Kukus 1 dan Shelter Batu Kukus 2. Untuk dua shelter terakhir aku lupa sempet mampir atau tidak. Ingatan sudah mulai goyah. Haha. Oh iya kondisi saat itu sudah mulai gelap ya, sudah menjelang Maghrib.

Jalur berikutnya sudah mulai didominasi jalan dari tanah. Batu-batunya berantakan, jadi harus pintar-pintar memilih pijakan. Hampir 4 jam berjalan badan mulai terasa lelah, bahu sakit menggendong tas. Tapi aku bersyukur, setidaknya bebanku tidak terlalu berat karna tasku kecil, daypack biasa, hanya muat kebutuhan pribadi dan sedikit logistik. Sedangkan peralatan grup dan air mineral kebanyakan dibawa oleh para pria. Hehe. Semangat para pria tangguh! Terutama untuk Kawanku yang luar biasa banget. Dia yang mengadakan pendakian, dia yang jadi leader + porter + kadang guide + sweeper juga. Maafkan kami ya. Wkwk.

Lalu tibalah pada salah satu titik yang spesial dari pendakian ini, yaitu jalur aliran air panas. Kami berjalan pada jalur sempit yang menanjak dengan air panas mengalir sepanjang jalur. Benar-benar panas! Kondisi di kanan jalur adalah jurang, jadi kami harus ekstra hati-hati saat berjalan, memilih batu yang tepat dan tidak licin sambil berpegangan pada tali yang disediakan. Apalagi waktu kami melintas kondisi sudah gelap, jarak pandang sangat terbatas karna tertutup uap air panas. Benar-benar pengalaman ekstrim. Kalau Mama tau jalurnya akan seperti ini, mungkin aku tidak akan diizinkan mendaki. Hehe.

Setelah melewati aliran air panas kami beristirahat sejenak di pos yang ada disana. Waktu menunjukkan hampir jam 7 malam, artinya waktu Maghrib hampir lewat. Tapi karna kondisi yang tidak memungkinkan untuk sholat akhirnya kami memutuskan untuk menjamak Maghrib dengan Isya, sehingga setelah beristirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan lagi.

=====

Sekarang sudah pukul 1.01 WIB. Lanjut besok lagi ya ceritanya. (Bilangnya besok tapi ternyata 2 bulan kemudian?). Haha, beneran besok kok In syaa Allah. Besok pagi atau siang ya.

=====

Untuk cerita selanjutnya :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal E-Commerce BSI Pertemuan 1-6

14 Jenis Muamalah, Contoh dan Dalilnya