Sebuah Mimpi yang Tercapai



Day 3 - Perjalanan Pulang


Ketika kami sampai di basecamp sudah hampir tengah malam, jam 12 mungkin. Kami meletakkan barang-barang di depan bangunan kecil di dekat basecamp, lalu menjalankan sholat Maghrib dan Isya di mushola. Saat itu sudah masuk hari Senin, 2 September 2019. Artinya pagi harinya 6 orang dari kami sudah harus masuk kerja. Memang perjalanan itu sangat molor jauh dari jadwal. Tapi melihat kondisi kami yang sudah sangat kelelahan dan tidak memungkinkan langsung pulang, akhirnya kami memilih menginap di basecamp. Kami tidur di beranda bangunan kecil itu menggelar matras dan sleeping bag sambil menggigil kedinginan. Udara malam itu tidak kalah dingin dari saat kami berkemah di Kandang Batu.

Ketika Shubuh tiba sambil menggigil aku berjalan menuju mushola dan menjalankan sholat Shubuh. Di momen pendakian itu, banyak hal yang membuat kita lebih semangat dari biasanya, lebih sabar dan ikhlas dari biasanya. Meskipun air wudhu jauh lebih dingin dari air wudhu di rumah, bahkan hampir mirip air es, kami tetap menjalankan kewajiban sebagai muslim. Merasakan nikmatnya sholat sambil menggigil.

Selesai sholat Shubuh kami langsung bergerak kembali ke parkiran yang terletak di Balai Besar TNGGP. Saat kebanyakan teman yang lain memutuskan cuti dadakan hari itu karena kelelahan, aku memilih untuk tetap berusaha masuk kerja tepat waktu yaitu jam 9 pagi, di Cawang, Jakarta Timur. Strong banget kan aku. Wkwk.


Dari 4 motor, 2 sudah lebih dulu pulang. Jadi tinggal aku, Kawanku, teman perempuan dan 1 teman laki-laki. Kami mengucapkan perpisahan di parkiran sebelum akhirnya berjalan masing-masing. Aku dan Kawanku harus menuju ke Bogor, tepatnya ke Stasiun Bogor supaya aku bisa naik KRL ke Jakarta. Hal itu dirasa paling cepat berhubung aku sedang mengejar jam kerja.

Perjalanan Cianjur – Bogor lumayan memakan waktu sekitar 2 jam lebih. Akhirnya di Stasiun Bogor aku naik KRL menuju Stasiun Cawang. Sedangkan Kawanku meneruskan perjalanan ke Karawang. Dia sendiri masuk kerja shift siang jadi masih ada waktu untuk perjalanan.

Momen paling ku ingat lainnya adalah ketika naik KRL di gerbong terakhir, alias gerbong khusus wanita, aku menjadi perempuan paling DEKIL di gerbong itu. Ketika penumpang-penumpang lain terlihat cantik dan bersih hendak berangkat kerja, aku malah terlihat acak-acakan. Wajar aku sudah 2 hari tidak mandi. Wkwk.

Aku memilih berdiri di pojok pintu. Selain karena tempat duduk sudah penuh, juga aku tidak ingin mbak-mbak yang sudah pada cantik itu tertempel kotoran dan debu dari bajuku. Kan kasian. Wkwk.

Sekitar jam setengah 9 pagi aku sampai di Stasiun Cawang. Dengan terburu-buru aku memesan ojol dengan alamat langsung mengarah ke kantor. Aku sengaja begitu karena tidak mau terlambat absensi. Untuk pakaian ganti aku minta tolong teman kost untuk membawakan 1 tas lagi berisi laptop, pakaian ganti bersih sampai alat mandi supaya aku bisa mandi di kantor. Terniat kan. Haha.

Sampai di kantor kurang lebih jam 9 kurang seperempat, aku langsung menuju ke gedung tempat kerja temanku yang bersebelahan dengan gedung kantorku. Aku menerima tas pakaian ganti beserta nasi uduk untuk sarapan, dan langsung menuju ke kantor untuk absensi. Alhamdulillah tidak terlambat. Selepas absen aku langsung menuju ke lantai 3, lantai yang tidak pernah digunakan untuk operasional sehari-hari. Disana ada kamar mandi yang jarang dipakai sehingga aku bebas mandi, bersih-bersih dan membereskan perlengkapanku.

Baru sekitar jam setengah 10 aku masuk ke ruang kerja dalam kondisi bersih dan cantik seperti biasa (pede, wkwk), tidak nampak seperti baru pulang dari naik gunung. Hari-hari pasca pendakian juga tidak terlalu menyakitkan. Karena sebelumnya aku sudah mempersiapkan fisik dengan olahraga, jadi pasca pendakian kakinya pegel wajar. Malah lebih pegel pasca latihan fisik waktu itu. Jadi sekali lagi, olahraga sebelum mendaki itu penting!

Epilog


Rasanya lega dan bahagia sekali bisa menyelesaikan petualangan yang luar biasa itu dan dengan tetap masuk kerja tepat waktu. Momen mandi di kantor itu juga yang menjadikan kisah pendakian pertamaku ini lebih spesial sebab tidak ada yang dikorbankan, semua berjalan seperti seharusnya. Meskipun jadwal tak berjalan mulus, ada keinginan melihat sunrise yang belum tercapai, tapi pendakian ini adalah hal luar biasa dan bersejarah dalam hidupku.

Untuk itulah aku rela mengetik panjang sebanyak 15 halaman ini untuk menceritakan semua detail yang ku ingat dalam pendakian pertamaku itu. Tidak peduli apakah nanti akan ada yang membaca kisahku sampai tuntas atau tidak, tidak peduli apakah akan ada yang peduli, tapi aku merasa menceritakan kisah ini adalah salah satu caraku mensyukuri mimpiku yang Allah wujudkan itu.

Ketika suatu hari aku lupa artinya bermimpi, aku bisa membaca tulisan ini lagi dan mengingat bahwa Allah sudah sangat Maha Baik memberikanku kesempatan untuk mewujudkan mimpiku menjejakkan kaki di salah satu puncak gunung di negeri ini. Ketika aku lupa caranya percaya, aku bisa membaca kisahku sendiri supaya aku percaya lagi bahwa Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan di waktu yang paling tepat. Ketika aku lupa rasanya bertualang dan ingin bernostalgia, kisah ini menjadi jembatan yang paling tepat.



Terimakasih untuk Mamaku yang mengizinkanku mencicipi kisah petualangan yang luar biasa buatku ini.

Terimakasih untuk Kawanku yang sudah menetapi janjinya, sehingga dia menjadi orang yang mencetak sejarah berhasil mengajakku naik gunung pertama kali. Semoga tidak kapok ya ngajak aku. Hehe.

Terimakasih untuk saudara sependakian yang sudah sama-sama berlelah menyiksa diri kita sendiri dengan berjalan jauh, menggendong tas berat, makan seadanya, tidur sebentar, kedinginan sampai menggigil, ngga mandi pula. Haha. Terimakasih sudah menemaniku mencapai puncak pertamaku.

Terimakasih juga untuk kamu, siapapun kamu,  yang sudah mampir ke blogku. Terlepas kamu membaca dari awal atau hanya sedikit di bagian akhir ini.

Hmmm, udah bingung mau nulis apa lagi. Sekarang aku merasa lega karena keinginanku untuk menuliskan kisah pendakian akhirnya tuntas juga. Meski menyiksa diri, tapi aku tidak pernah menyesal sedikit pun pernah naik gunung. Sebaliknya, aku ketagihan dan ingin naik gunung lagi. Semoga nanti ada kesempatan mendaki ke gunung-gunung lain lagi, dan mewujudkan keinginan yang belum tercapai, yaitu melihat matahari terbit dan lautan awan dari puncak gunung. Aamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

- Riyan Latyfahul Khasanah –
Selesai pada 17.10 WIB
Ahad, 29 Maret 2020

Untuk cerita lengkapnya:
Part 1 (Prolog & H-1 Pendakian)
Part 2 (Day 1 Perjalanan ke Cibodas & Mulai Pendakian)
Part 3 (Day 1 Berkemah & Day 2 Summit Attack)
Part 4 (Day 2 Puncak Gede, Alun Alun Surya Kencana & Perjalan Turun)
Part 5 (Day 3 Perjalanan Pulang & Epilog)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal E-Commerce BSI Pertemuan 1-6

14 Jenis Muamalah, Contoh dan Dalilnya