Makalah Etika Profesi TIK - Cyber Crime dan Cyber Law
KASUS PENYADAPAN TELEPON MANTAN PRESIDEN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO OLEH BADAN
INTELEJEN AUSTRALIA PADA TAHUN 2014
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO OLEH BADAN
INTELEJEN AUSTRALIA PADA TAHUN 2014
Disusun
Oleh:
Kelompok
2
1.
Anis
Murniati 12145203
2.
Hanindya
Kusuma Wardani 12145332
3.
Lili
Nurhartanti 12145335
4.
Riyan
Latifahul Hasanah 12145229
5.
Sutantri 12141831
Kelas
12.6A.21
Program Studi Manajemen Informatika
AMIK BSI Purwokerto
Purwokerto
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas
segala karunia yang telah dilimpahkan, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”Kasus Penyadapan
Telepon Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Badan Intelejen Australia pada Tahun 2014” dengan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini digunakan untuk memenuhi nilai UAS Semester 6 Mata
Kuliah Etika Profesi TIK. Oleh karena itu, kami mengucapkan rasa terima kasih
kepada:
1.
Ibu Ina Maryani, M. Kom. selaku
dosen pengampu mata kuliah Etika Profesi TIK yang telah memberikan pengarahan
kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
2.
Semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah.
Kami menyadari penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya, dapat memberikan manfaat dan pengembangan wawasan bagi
mahasiswa dan pembaca pada umumnya.
Purwokerto, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ............................................................................................ i
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2.Maksud dan Tujuan........................................................................... 2
1.3.Rumusan
Masalah ............................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN TEMA
2.1.Pengertian
Cyber
Crime.................................................................... 3
2.2.Pengertian Cyber
Law....................................................................... 3
2.3.Pengertian Penyadapan Telepon.......................................................... 3
2.4.Jenis-jenis Cyber
Crime.................................................................... 4
2.5.Faktor Penyebab Cyber
Crime............................................................ 7
2.6.Tujuan Cyber Law............................................................................ 8
2.7.Undang-undang yang Mengatur Cyber
Crime...................................... 9
BAB
III PEMBAHASAN KASUS
3.1.Kasus Penyadapan........................................................................... 14
3.2.Penyelesaian Kasus.......................................................................... 15
BAB
IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.................................................................................... 17
4.2. Saran............................................................................................ 17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Perkembangan teknologi jaringan komputer dewasa ini semakin meningkat.
Selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet pula kegiatan komunitas komersial berkembang pesat serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa
diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyber
space, apapun dapat dilakukan.
Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan
teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa
dihindari. Salah satunya adalah dengan munculnya
kasus cyber crime seperti penyadapan telepon mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh intelejen
Australia pada tahun 2014. Kasus ini
tentunya berakibat buruk pada hubungan kedua negara.
Selain
kasus penyadapan, ada banyak jenis cyber
crime yang marak terjadi di Indonesia, seperti pemalsuan kartu kredit, hacking beberapa
situs, menyadap email orang lain, memanipulasi data bahkan pornografi. Adanya cyber crime telah
menjadi ancaman stabilitas, sehingga perlu
dibentuk cyber law untuk
menanggulangi permasalahan-permasalahan yang ada dalam cyber crime.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas Etika Profesi TIK sebagai pengganti
nilai Ujian Akhir Semester 6
2. Untuk
memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang cyber crime dan cyber law
3. Menjabarkan contoh kasus pelanggaran IT lima
tahun terakhir, yaitu kasus penyadapan telepon
1.3.Rumusan Masalah
Rumusan
masalah mendasari dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Apa
yang dimaksud dengan cyber crime?
2. Apa
yang dimaksud dengan cyber law?
3. Apa
yang dimaksud dengan penyadapan?
4. Apa saja jenis-jenis cyber
crime?
5.
Bagaimana undang-undang yang
mengatur cyber crime?
6.
Apa saja faktor penyebab cyber
crime?
7.
Apa tujuan
dibuatkannya cyber law?
8. Apa contoh kasus cyber crime yang terjadi lima tahun
terakhir dan bagaimana penyelesaiannya?
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1.Pengertian Cyber Crime
Cyber crime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan
komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat
terjadinya kejahatan. Termasuk didalamnya
antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit (carding), confidence fraud, penipuan
identitas, pornografi anak, dan lain-lain. Cyber
crime sebagai tindak
kejahatan dimana dalam hal ini penggunaan komputer secara ilegal (Andi Hamzah,
1989).
2.2.Pengertian Cyber Law
Cyber
Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang
dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Cyber law sendiri merupakan istilah yang
berasal dari cyberspace law.
2.3. Pengertian
Penyadapan Telepon
Penyadapan telepon (atau penyadapan kawat) adalah pemantauan
percakapan telepon dan internet oleh pihak
ketiga, seringkali dilakukan dengan cara rahasia. Percakapan telepon dapat
direkam atau dipantau secara tidak resmi, baik oleh pihak ketiga tanpa
sepengetahuan pihak yang disadap, ataupun direkam oleh salah satu pihak yang
melakukan penggilan telepon. Penyadapan telepon dikontrol secara ketat dan pada
umumnya dilarang dengan alasan privasi, namun juga bisa dilegalkan untuk alasan
tertentu, sesuai dengan hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan.
2.4.Jenis-jenis Cyber Crime
Berdasarkan karakteristiknya, cyber crime dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1.
Cyber piracy adalah
penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau
informasi dan mendistribusikan informasi atau software tersebut melalui
jaringan komputer.
2.
Cyber trespass adalah
penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada sistem komputer
sebuah organisasi atau individu dan website
yang dilindungi dengan password.
3.
Cyber vandalism adalah
penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang mengganggu proses
transmisi informasi elektronik dan menghancurkan data di komputer
Sedangkan
berdasarkan aktivitasnya, cyber crime
dapat dibedakan menjadi:
1.
Illegal Contents
(Konten Tidak Sah)
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak
benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum.
2.
Data Forgery
(Pemalsuan Data)
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
Contoh kejahatan ini pada dokumen-dokumen e-commerce
dengan membuat seolah-olah terjadi salah ketik yang pada akhirnya akan
menguntungkan pelaku.
3.
Cyber Spionase
(Mata-mata)
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan
memata-matai pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) sasaran.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun
data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang bersifat komputerisasi.
4.
Data Theft
(Mencuri Data)
Merupakan kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah,
baik untuk digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Identity theft merupakan salah satu dari
jenis kejahatan ini yang sering diikuti dengan kejahatan penipuan (fraud). Kejahatan ini juga sering
diikuti dengan kejahatan data leakage.
5.
Misuse of devices (Menyalah gunakan
Peralatan Komputer)
Yaitu kejahatan yang dengan sengaja dan tanpa hak,
memproduksi, menjual, berusaha memperoleh untuk digunakan, diimpor, diedarkan
atau cara lain untuk kepentingan itu, peralatan, termasuk program komputer,
password komputer, kode akses, atau data semacam itu, sehingga seluruh atau
sebagian sistem komputer dapat diakses dengan tujuan digunakan untuk melakukan
akses tidak sah, intersepsi tidak sah, mengganggu data atau sistem komputer,
atau melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum lain.
6.
Hacking dan Cracker
Istilah hacker
biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem
komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup
yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan
situs web, probing, menyebarkan
virus, hingga pelumpuhan target sasaran.
7. DoS
(Denial Of Service) Attack
Merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target sehingga
tidak dapat memberikan layanan.
8. Cyber squatting and Typos quatting
Cybersquatting merupakan sebuah
kejahatan yang dilakukan dengan cara mendaftarkan domain nama perusahaan orang
lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga
yang lebih mahal. Adapun typosquatting
adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan
nama domain orang lain.
9.
Hijacking
Hijacking merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
Hijacking merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
Tindakan cyber crime
termasuk cyber terorism jika
mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.
11.
Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting.
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting.
12.
Illegal Access (Akses Tanpa Ijin ke Sistem Komputer)
Tanpa hak dan dengan sengaja mengakses secara tidak sah
terhadap seluruh atau sebagian sistem komputer, dengan maksud untuk mendapatkan
data komputer atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau berkaitan dengan
sistem komputer yang dihubungkan dengan sistem komputer lain. Hackingmerupakan
salah satu dari jenis kejahatan ini yang sangat sering terjadi.
2.5.Faktor
Penyebab Cyber Crime
Faktor-faktor yang mempengaruhi cybercrime adalah :
1.
Faktor
Politik
Faktor ini merupakan salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya cybercrime, dikarenakan terjadinya persaingan
yang semakin tinggi dan ketat dalam dunia politik, sehingga banyak pihak yang
menggunakan kejahatan cyber sebagai salah satu cara untuk menjatuhkan pihak
lainnya.
2.
Faktor
Ekonomi
Faktor ekonomi akan mendesak seseorang yang
memiliki kemampuan lebih di dunia maya untuk menggunakan kemampuannya untuk
memberikan kerugian bagi pihak lain, kemudian memanfaatkan data yang diambil
untuk dijual.
3.
Faktor
Sosial Budaya
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya dari
setiap manusia, jika lingkungannya terdiri dari orang-orang jahat, maka ia
tidak akan segan-segan untuk melakukan kejahatan juga, terutama jika ia
memiliki kemampuan di dunia maya.
2.6.Tujuan Cyber Law
Cyberlaw sangat
dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan
tindak pidana. Cyber law akan
menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan
dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan
kejahatan terorisme.
Istilah
hukum cyber diartikan sebagai padanan
kata dari cyber law, yang
saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum TI (Law
of Information Technology), Hukum
Dunia Maya (Virtual World Law) dan
Hukum Mayantara.
Secara
akademis, terminologi ”cyber law”
belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama
seperti The law of the Internet, Law and
the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of
Information, dsb.
Di Indonesia sendiri tampaknya belum
ada satu istilah yang disepakati. Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai
terjemahan dari ”cyber law”,
misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika
(Telekomunikasi dan Informatika)
2.7.Undang-undang yang Mengatur Cyber Crime
Pengaturan cyber crimes di Indonesia terdapat dalam UU ITE yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sekaligus menjadi undang undang
pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber. Berdasarkan surat Presiden RI. No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September
2005, naskah UU ITE secara resmi disampaikan kepada DPR RI.
Selain itu, terdapat beberapa hukum positif lain yang
berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer
sebagai sarana, antara lain:
·
Pasal 362 KUHP yang
dikenakan untuk kasus carding dimana
pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik
karena hanya nomor kartunya saja yang dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi
dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank
ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
Pidana Penjara paling lama 5 tahun.
·
Pasal 406 KUHP dapat
dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang
lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
·
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat
dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar
di internet.
·
Pasal 378 KUHP dapat
dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk
atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik
untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi pada
kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang
dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut
menjadi tertipu.
·
Pasal 335 KUHP dapat
dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk
memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku
dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini
biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
·
Pasal 303 KUHP dapat
dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
·
Undang-Undang No 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta,
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-
Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan
intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain
yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan
mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
intruksi-intruksi tersebut.
·
Undang-Undang No 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik lainnya.
·
Undang-Undang No 8 Tahun 1997
tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah
berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat
penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang
dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya
Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan Write - Once - Read - Many
(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti
yang sah.
·
Undang-Undang No 25 Tahun 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan undang-undang yang
paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai
tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan
prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan
merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang
(Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
·
Undang-Undang No 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun
2003, undang-undang ini
mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Selain UU diatas, masih ada lagi
peraturan perundabngan di Indonesia yang mengatur secara khusus tenteng tindak
pidana dunia maya sebagaimana tercantum dalam UUITE.
LANDASAN HUKUM PENANGANAN CYBER CRIME DI INDONESIA
Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di Indonesia
Selain mengatur tindak pidana siber
materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang
penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana
dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya,
ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain
dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
1.
Penyidik yang menangani tindak
pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian
Komunikasi dan Informatika;
2.
Penyidikan dilakukan dengan
memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan
publik, integritas data, atau keutuhan data;
3.
Penggeledahan dan atan penyitaan
terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus
dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;
4.
Dalam melakukan penggeledahan
dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan
pelayanan umum.
BAB
III
PEMBAHASAN KASUS
3.1. Kasus Penyadapan
Pejabat Indonesia oleh Pemerintah Australia
Hubungan
bilateral Indonesia dan Australia terganggu akibat kasus penyadapan telepon
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh badan intelijen Australia pada tahun
2014 lalu. Pemerintah Australia menolak untuk meminta maaf atas kasus tersebut.
Pemerintah Indonesia mengumumkan keputusan untuk menurunkan level hubungan
diplomatik dengan Australia terkait skandal tersebut. Aksi yang diambil
Indonesia termasuk menghentikan kerja sama di bidang latihan militer dan
penampungan pengungsi. Sebelumnya Indonesia telah memanggil Duta Besar RI di
Australia untuk kembali ke tanah air. Hubungan kedua negara sempat anjlok
hingga ke titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah
Indonesia telah meminta Australia memberikan penjelasan mengenai penyadapan
telepon, namun Australia gagal memberikan jawaban yang memuaskan. Perdana
Menteri Australia Tony Abbott mengatakan tidak akan menyampaikan permintaan
maaf kepada Indonesia sebab segala hal yang dilakukan Australia adalah demi
kepentingan negara.
Sikap keras
Australia tersebut mengundang amarah Indonesia. SBY menyatakan penyesalan atas
sikap Tony Abbott, dan menyebutkan hal ini dapat merusak hubungan kemitraan
strategis kedua negara, sehingga Indonesia akan mempertimbangkan kembali kerja
sama kedua negara. The Jakarta Post dalam kolom editorialnya menuduh Australia
tidak mempercayai negara tetangga. Kasus ini akan mengakibatkan memburuknya
hubungan persahabatan kedua negara. Perbaikan hubungan bilateral akan
tergantung pada sikap Australia.
Sejak Tony
Abott menjabat Perdana Menteri Australia, hubungan Australia dengan Indonesia
terus terganggu terkait masalah penampungan pengungsi. Indonesia menyatakan
akan menghentikan kerja sama dengan Australia dalam urusan pengungsi sejak
terungkapnya skandal penyadapan telepon. Keputusan Indonesia itu merupakan
pukulan berat terhadap Australia yang berkeinginan mengurangi jumlah pengungsi
ke Australia melalui kerja sama dengan Indonesia.
Media
Australia berpendapat bahwa kasus penyadapan telepon menyangkut keamanan dan
kepentingan kedua negara. Jika masalah itu gagal ditangani secara bijaksana,
maka pasti akan mengakibatkan krisis kepercayaan antara pemimpin kedua negara.
Media Australia berpendapat bahwa kerja sama ekonomi antara kedua negara tidak
akan terputus hanya karena skandal tersebut. Perusahaan kedua negara
menargetkan imbalan maksimal ekonomi. Oleh karena itu investasi dan kerja sama
antara perusahaan negara Indonesia-Australia tidak akan terhenti.
3.2.Penyelesaian Kasus
Dari kasus
di atas ada beberapa pelanggaran hukum yang terjadi berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia di antaranya UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
pasal 40 yang berbunyi : “bahwa setiap
orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan
melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun”.
Dalam hal
ini Indonesia sebagai pihak yang dirugikan harus melakukan beberapa tindakan
tegas terhadap Australia di antaranya :
1. Indonesia memutuskan sementara hubungan dengan Australia
1. Indonesia memutuskan sementara hubungan dengan Australia
Menanggapi
kasus penyadapan yang dilakukan Australia, Indonesia harus memutuskan hubungan
dengan Australia dalam berbagai bidang yaitu bidang ekonomi, bidang pertahanan,
bidang pendidikan, dan lain-lain. Dengan hal tersebut indonesia dapat meminimalisir
tindak penyadapan yang dilakukan oleh Australia. Indonesia dan Australia dapat
fokus dengan kasus penyadapan tersebut untuk menemukan solusi yang tepat bagi
kedua Negara. Penarikan duta besar indonesia sementara dari Australiadimaksudkan agar
upaya tindakan Indonesia mengenai kasus yang dihadapi tidak mudah diremehkan begitu
saja daan agar Australia mengupayakan tindakan lebih lanjut.
Penarikan dubes tersebut sebagai tanda indonesia juga negara yang mempunyai
kedaulatan dan mempunyai kekuatan hukum.
2.
Melaporkan tindakan penyadapan kepada
lembaga hukum internasional
Jika
Australia tidak menanggapi tindakan Indonesia maka Indonesia seharusnya melaporkan kasus penyadapan
tersebut kepada badan hukum internasional.
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Penyadapan
adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan
dan penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan jaringan
komunikasi yang dilakukan melalui telepon atau alat komunikasi. Penyadapan
dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk memperoleh informasi yang
bersifat rahasia. Namun dalam kasus ini
justru mengakibatkan hubungan
bilateral antara Indonesia dan Australia terganggu.
4.2.Saran
Berkaitan
dengan cyber crime tersebut maka
perlu adanya upaya untuk pencegahannya, untuk itu yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Kejahatan ini merupakan global crime maka perlu mempertimbangkan
draft internasional yang berkaitan dengan cyber
crime..
2. Harus
ada aturan khusus di Indonesia yang
mengatur sanksi mengenai penyadapan yang dilakukan
oleh negara lain.
3. Pemerintah
Indonesia seharusnya lebih bersikap tegas terhadap Australia agar kasus serupa
tidak kembali terulang
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Baca juga materi Semester 6 UBSI lainnya:
- Makalah Etika Profesi TIK - Cyber Crime dan Cyber Law
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 6
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 5
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 4
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 3
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 2
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 1
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Baca juga materi Semester 6 UBSI lainnya:
- Makalah Etika Profesi TIK - Cyber Crime dan Cyber Law
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 6
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 5
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 4
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 3
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 2
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 1
Komentar
Posting Komentar