Makalah Etika Profesi TIK - Cyber Crime dan Cyber Law

KASUS PENYADAPAN TELEPON MANTAN PRESIDEN 
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO OLEH BADAN 
INTELEJEN AUSTRALIA PADA TAHUN 2014



Disusun Oleh:
Kelompok 2

1.      Anis Murniati                                   12145203
2.      Hanindya Kusuma Wardani             12145332
3.      Lili Nurhartanti                                12145335
4.      Riyan Latifahul Hasanah                  12145229
5.      Sutantri                                             12141831
Kelas 12.6A.21


Program Studi Manajemen Informatika
AMIK BSI Purwokerto
Purwokerto
2017




KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala karunia yang telah dilimpahkan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Kasus Penyadapan Telepon Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Badan Intelejen Australia pada Tahun 2014” dengan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini digunakan untuk memenuhi nilai UAS Semester 6 Mata Kuliah Etika Profesi TIK. Oleh karena itu, kami mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1.      Ibu Ina Maryani, M. Kom. selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Profesi TIK yang telah memberikan pengarahan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
2.      Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah.
Kami menyadari penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, dapat memberikan manfaat dan pengembangan wawasan bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya.

                                                                                      Purwokerto, Mei 2017


Penulis




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I   PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2.Maksud dan Tujuan........................................................................... 2
1.3.Rumusan Masalah ............................................................................ 2
BAB II  PEMBAHASAN TEMA
2.1.Pengertian Cyber Crime.................................................................... 3
2.2.Pengertian Cyber Law....................................................................... 3
2.3.Pengertian Penyadapan Telepon.......................................................... 3
2.4.Jenis-jenis Cyber Crime.................................................................... 4
2.5.Faktor Penyebab Cyber Crime............................................................ 7
2.6.Tujuan Cyber Law............................................................................ 8
2.7.Undang-undang yang Mengatur Cyber Crime...................................... 9
BAB III PEMBAHASAN KASUS
3.1.Kasus Penyadapan........................................................................... 14
3.2.Penyelesaian Kasus.......................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.................................................................................... 17

4.2. Saran............................................................................................ 17



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Perkembangan teknologi jaringan komputer dewasa ini semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet pula kegiatan komunitas komersial berkembang pesat serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui  selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyber space, apapun dapat dilakukan.
Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Salah satunya adalah dengan munculnya kasus cyber crime seperti penyadapan telepon mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh intelejen Australia pada tahun 2014. Kasus ini tentunya berakibat buruk pada hubungan kedua negara.

Selain kasus penyadapan, ada banyak jenis cyber crime yang marak terjadi di Indonesia, seperti pemalsuan kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap email orang lain, memanipulasi data bahkan pornografi. Adanya cyber crime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga perlu dibentuk cyber law untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan yang ada dalam cyber crime.

1.2.  Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.    Untuk memenuhi tugas Etika Profesi TIK sebagai pengganti nilai Ujian Akhir Semester 6
2.    Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang cyber crime dan cyber law
3.   Menjabarkan contoh kasus pelanggaran IT lima tahun terakhir, yaitu kasus penyadapan telepon

1.3.Rumusan Masalah
Rumusan masalah mendasari dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.    Apa yang dimaksud dengan cyber crime?
2.    Apa yang dimaksud dengan cyber law?
3.    Apa yang dimaksud dengan penyadapan?
4.    Apa saja jenis-jenis cyber crime?
5.    Bagaimana undang-undang yang mengatur cyber crime?
6.    Apa saja faktor penyebab cyber crime?
7.    Apa tujuan dibuatkannya cyber law?
8. Apa contoh kasus cyber crime yang terjadi lima tahun terakhir dan bagaimana penyelesaiannya?







BAB II
LANDASAN TEORI
                  
2.1.Pengertian Cyber Crime
     Cyber crime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk didalamnya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit (carding), confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan lain-lain. Cyber crime sebagai tindak kejahatan dimana dalam hal ini penggunaan komputer secara ilegal (Andi Hamzah, 1989).

2.2.Pengertian Cyber Law
     Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber law sendiri merupakan istilah yang berasal dari cyberspace law.

2.3. Pengertian Penyadapan Telepon
Penyadapan telepon (atau penyadapan kawat) adalah pemantauan percakapan telepon dan internet oleh pihak ketiga, seringkali dilakukan dengan cara rahasia. Percakapan telepon dapat direkam atau dipantau secara tidak resmi, baik oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan pihak yang disadap, ataupun direkam oleh salah satu pihak yang melakukan penggilan telepon. Penyadapan telepon dikontrol secara ketat dan pada umumnya dilarang dengan alasan privasi, namun juga bisa dilegalkan untuk alasan tertentu, sesuai dengan hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan.

2.4.Jenis-jenis Cyber Crime
Berdasarkan karakteristiknya, cyber crime dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1.      Cyber piracy adalah penggunaan teknologi komputer untuk  mencetak ulang software atau informasi dan mendistribusikan informasi atau software tersebut melalui jaringan komputer. 
2.      Cyber trespass adalah penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada sistem komputer sebuah organisasi atau individu dan website yang dilindungi dengan password.   
3.      Cyber vandalism adalah penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang mengganggu proses transmisi informasi elektronik dan menghancurkan data di komputer
Sedangkan berdasarkan aktivitasnya, cyber crime dapat dibedakan menjadi:
1.      Illegal Contents (Konten Tidak Sah)
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
2.      Data Forgery (Pemalsuan Data)
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Contoh kejahatan ini pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi salah ketik yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
3.      Cyber Spionase (Mata-mata)
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan memata-matai pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang bersifat komputerisasi.
4.      Data Theft (Mencuri Data)
Merupakan kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah, baik untuk digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Identity theft merupakan salah satu dari jenis kejahatan ini yang sering diikuti dengan kejahatan penipuan (fraud). Kejahatan ini juga sering diikuti dengan kejahatan data leakage.
5.      Misuse of devices (Menyalah gunakan Peralatan Komputer)
Yaitu kejahatan yang dengan sengaja dan tanpa hak, memproduksi, menjual, berusaha memperoleh untuk digunakan, diimpor, diedarkan atau cara lain untuk kepentingan itu, peralatan, termasuk program komputer, password komputer, kode akses, atau data semacam itu, sehingga seluruh atau sebagian sistem komputer dapat diakses dengan tujuan digunakan untuk melakukan akses tidak sah, intersepsi tidak sah, mengganggu data atau sistem komputer, atau melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum lain.
6.      Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran.
7.      DoS (Denial Of Service) Attack
Merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target sehingga tidak dapat memberikan layanan.
8.      Cyber squatting and Typos quatting
Cybersquatting merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan cara mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain.
9.      Hijacking
Hijacking merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
 10.  Cyber Terorism
Tindakan cyber crime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.
11.  Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting.
12.  Illegal Access (Akses Tanpa Ijin ke Sistem Komputer) 
Tanpa hak dan dengan sengaja mengakses secara tidak sah terhadap seluruh atau sebagian sistem komputer, dengan maksud untuk mendapatkan data komputer atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau berkaitan dengan sistem komputer yang dihubungkan dengan sistem komputer lain. Hackingmerupakan salah satu dari jenis kejahatan ini yang sangat sering terjadi.

2.5.Faktor Penyebab Cyber Crime
Faktor-faktor yang mempengaruhi cybercrime adalah : 
1.      Faktor Politik 
Faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya cybercrime, dikarenakan terjadinya persaingan yang semakin tinggi dan ketat dalam dunia politik, sehingga banyak pihak yang menggunakan kejahatan cyber sebagai salah satu cara untuk menjatuhkan pihak lainnya.
2.      Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi akan mendesak seseorang yang memiliki kemampuan lebih di dunia maya untuk menggunakan kemampuannya untuk memberikan kerugian bagi pihak lain, kemudian memanfaatkan data yang diambil untuk dijual.
3.      Faktor Sosial Budaya
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya dari setiap manusia, jika lingkungannya terdiri dari orang-orang jahat, maka ia tidak akan segan-segan untuk melakukan kejahatan juga, terutama jika ia memiliki kemampuan di dunia maya. 

2.6.Tujuan Cyber Law
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana.  Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Istilah hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari cyber law,  yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum TI (Law of  Information Technology), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dsb.
Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati. Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)

2.7.Undang-undang yang Mengatur Cyber Crime
Pengaturan cyber crimes di Indonesia terdapat dalam UU ITE yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sekaligus menjadi undang undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber. Berdasarkan surat Presiden RI. No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005, naskah UU ITE secara resmi disampaikan kepada DPR RI.
Selain itu,  terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
·         Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. Pidana Penjara paling lama 5 tahun.
·         Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
·         Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di internet.
·         Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
·         Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
·         Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
·         Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang- Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
·         Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang- Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
·         Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan Write - Once - Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
·         Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan undang-undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
·         Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, undang-undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Selain UU diatas, masih ada lagi peraturan perundabngan di Indonesia yang mengatur secara khusus tenteng tindak pidana dunia maya sebagaimana tercantum dalam UUITE.

LANDASAN HUKUM PENANGANAN CYBER CRIME DI INDONESIA
Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di Indonesia
Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
1.      Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;
2.      Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;
3.      Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;

4.      Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.






BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1. Kasus Penyadapan Pejabat Indonesia oleh Pemerintah Australia
Hubungan bilateral Indonesia dan Australia terganggu akibat kasus penyadapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh badan intelijen Australia pada tahun 2014 lalu. Pemerintah Australia menolak untuk meminta maaf atas kasus tersebut. Pemerintah Indonesia mengumumkan keputusan untuk menurunkan level hubungan diplomatik dengan Australia terkait skandal tersebut. Aksi yang diambil Indonesia termasuk menghentikan kerja sama di bidang latihan militer dan penampungan pengungsi. Sebelumnya Indonesia telah memanggil Duta Besar RI di Australia untuk kembali ke tanah air. Hubungan kedua negara sempat anjlok hingga ke titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Indonesia telah meminta Australia memberikan penjelasan mengenai penyadapan telepon, namun Australia gagal memberikan jawaban yang memuaskan. Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengatakan tidak akan menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia sebab segala hal yang dilakukan Australia adalah demi kepentingan negara.
Sikap keras Australia tersebut mengundang amarah Indonesia. SBY menyatakan penyesalan atas sikap Tony Abbott, dan menyebutkan hal ini dapat merusak hubungan kemitraan strategis kedua negara, sehingga Indonesia akan mempertimbangkan kembali kerja sama kedua negara. The Jakarta Post dalam kolom editorialnya menuduh Australia tidak mempercayai negara tetangga. Kasus ini akan mengakibatkan memburuknya hubungan persahabatan kedua negara. Perbaikan hubungan bilateral akan tergantung pada sikap Australia. 
Sejak Tony Abott menjabat Perdana Menteri Australia, hubungan Australia dengan Indonesia terus terganggu terkait masalah penampungan pengungsi. Indonesia menyatakan akan menghentikan kerja sama dengan Australia dalam urusan pengungsi sejak terungkapnya skandal penyadapan telepon. Keputusan Indonesia itu merupakan pukulan berat terhadap Australia yang berkeinginan mengurangi jumlah pengungsi ke Australia melalui kerja sama dengan Indonesia.
Media Australia berpendapat bahwa kasus penyadapan telepon menyangkut keamanan dan kepentingan kedua negara. Jika masalah itu gagal ditangani secara bijaksana, maka pasti akan mengakibatkan krisis kepercayaan antara pemimpin kedua negara. Media Australia berpendapat bahwa kerja sama ekonomi antara kedua negara tidak akan terputus hanya karena skandal tersebut. Perusahaan kedua negara menargetkan imbalan maksimal ekonomi. Oleh karena itu investasi dan kerja sama antara perusahaan negara Indonesia-Australia tidak akan terhenti.

3.2.Penyelesaian Kasus
Dari kasus di atas ada beberapa pelanggaran hukum yang terjadi berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia di antaranya UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi pasal 40 yang berbunyi : bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Dalam hal ini Indonesia sebagai pihak yang dirugikan harus melakukan beberapa tindakan tegas terhadap Australia di antaranya :
1.      Indonesia memutuskan sementara hubungan dengan Australia
Menanggapi kasus penyadapan yang dilakukan Australia, Indonesia harus memutuskan hubungan dengan Australia dalam berbagai bidang yaitu bidang ekonomi, bidang pertahanan, bidang pendidikan, dan lain-lain. Dengan hal tersebut indonesia dapat meminimalisir tindak penyadapan yang dilakukan oleh Australia. Indonesia dan Australia dapat fokus dengan kasus penyadapan tersebut untuk menemukan solusi yang tepat bagi kedua Negara. Penarikan duta besar indonesia sementara dari Australiadimaksudkan agar upaya tindakan Indonesia mengenai kasus yang dihadapi tidak mudah diremehkan begitu saja daan agar Australia mengupayakan tindakan lebih lanjut. Penarikan dubes tersebut sebagai tanda indonesia juga negara yang mempunyai kedaulatan dan mempunyai kekuatan hukum.
2.      Melaporkan tindakan penyadapan kepada lembaga hukum internasional
Jika Australia tidak menanggapi tindakan Indonesia maka Indonesia seharusnya melaporkan kasus penyadapan tersebut kepada badan hukum internasional.






BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon atau alat komunikasi. Penyadapan dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk memperoleh informasi yang bersifat rahasia. Namun dalam kasus ini justru mengakibatkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia terganggu.

4.2.Saran
Berkaitan dengan cyber crime tersebut maka perlu adanya upaya untuk pencegahannya, untuk itu yang perlu diperhatikan adalah:
1.      Kejahatan ini merupakan global crime maka perlu mempertimbangkan draft internasional yang berkaitan dengan cyber crime..
2.      Harus ada aturan khusus di Indonesia yang mengatur sanksi mengenai penyadapan yang dilakukan oleh negara lain.
3.      Pemerintah Indonesia seharusnya lebih bersikap tegas terhadap Australia agar kasus serupa tidak kembali terulang


= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Baca juga materi Semester 6 UBSI lainnya:
- Makalah Etika Profesi TIK - Cyber Crime dan Cyber Law 
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 6 
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 5 
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 4 
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 3 
- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 2 

- Rangkuman Etika Profesi TIK - Pertemuan 1 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal E-Commerce BSI Pertemuan 1-6

14 Jenis Muamalah, Contoh dan Dalilnya