Review dan Kumpulan Kutipan Novel ATHIRAH
DETAIL BUKU
Penulis : Alberthiene Endah
Tahun : 2016
Genre : Novel Biografi
Penerbit : Noura Books
Cover : Softcover
Tebal : 400 halaman
Cetakan : Original
Harga : Rp 15.000,- (Juli 2019 – Event OUT
OF THE BOOX Mizan Publisher)
Keterangan : Cover Cetakan III, November 2016
REVIEW
Kamu tidak akan tahu isi sebuah buku hingga kamu memutuskan
untuk membacanya.
Mungkin itulah ungkapan
yang tepat tentang aku dan novel yang satu ini, novel tebal berjudul “Athirah”
dengan sampul seorang anak laki-laki duduk berdampingan dengan seorang ibu.
Novel ini saya beli bulan Juli lalu di event Out of the Boox bersama 4 novel
lainnya, Allegiant, Ayat Ayat Cinta, Anne of Avonlea dan Anne of the Island.
Jika 4 novel lainnya bisa dibilang sudah saya incar, maka novel ini adalah
novel asing yang bahkan judulnya pun baru saya baca saat memilih-milih buku di
event itu.
Alasan mengapa saya
mengambil novel “asing” ini diantara novel-novel lain yang mungkin judulnya
lebih familiar, tak lain adalah dari covernya. Wajah laki-laki di cover cukup
familiar, yaitu pemeran Baron di film 5 Elang dan pemeran Raditya Dika di film
Marmut Merah Jambu. Selain itu novel ini sudah di filmkan (walaupun saya belum
menontonnya) dengan tema yang cukup menyentuh, yaitu tentang ibu.
Hampir 5 bulan novel ini
saya biarkan tak tersentuh, sebab novel-novel lain yang baru saya beli terlihat
lebih menarik. Ternyata oh ternyata, begitu saya membuka segel buku dan mulai
membaca sekilas, novel ini adalah novel biografi dari salah satu tokoh
negarawan di Indonesia. Salah satu mantan wakil presiden Republik Indonesia,
Bapak Jusuf Kalla.
Sempat saya kaget waktu
itu. Ternyata novel yang saya punya bukan novel roman biasa (awalnya saya pikir
demikian). Novel yang saya genggam ini ternyata menceritakan kisah hidup salah
satu tokoh penting negeri ini, serta pelajaran berharga tentang peran wanita
dalam pembentukan karakter seorang laki-laki. Ialah peran seorang ibu juga
peran seorang istri.
Novel ini menceritakan kisah
hidup sebuah keluarga bahagia yang sempurna namun kemudian tergoncang oleh
prahara rumah tangga bernama poligami. Novel ini berkisah seorang laki-laki
yang belajar arti ikhlas dan sabar dari ibunya. Novel ini berkisah betapa luar
biasanya hati seorang ibu. Ia mampu menyimpan lara dengan begitu rapih di balik
senyumnya. Ia mampu bangkit dan melesat setelah jatuh dalam takdir sarat duka.
Novel ini mengambil latar
kota Makassar dan sekitarnya pada pertengahan abad 19, tempat Jusuf Kalla lahir
dan tumbuh dewasa. Athirah adalah nama
ibunda Jusuf Kalla, biasa dipanggil Emma. Hadji Kalla adalah nama bapaknya. Mak
Kerra adalah nama nenek Jusuf Kalla dari ibu. Jusuf sendiri memiliki 9 saudara,
yaitu 1 kakak perempuan dan 8 adik laki-laki perempuan. Sebagai anak laki-laki
tertua, Jusuf sadar perannya sangat penting di dalam keluarganya, apalagi
setelah bapaknya yang sangat ia hormati akhirnya memilih berpoligami ketika
usia Jusuf baru 15 tahun, tanpa tau alasan pastinya.
Jusuf, juga
saudara-saudaranya selalu bertanya-tanya, apa salah dan kurangnya Emma sehingga
Bapak tega melakukan poligami. Keluarga mereka sempurna. Rumah bagus, ekonomi
sangat cukup, bisnis sukses, anak-anak yang santun dan cerdas, seorang ibu yang
sangat lembut dan cantik, seorang ayah yang terpandang lagi berwibawa. Namun
Jusuf tak pernah mampu melontarkan tanya kepada Bapaknya, apalagi sikap Emma
memang memilih untuk diam dan ikhlas meski jauh di dalam hatinya Emma terluka.
Alur cerita novel ini
terbilang cukup cepat karena tahu-tahu tahun sudah berganti, Jusuf telah
dewasa, keluarganya telah ikhlas menerima keputusan Bapak. Tapi dari novel ini
saya jadi tahu, ooh begini caranya menyajikan kisah hidup seseorang dari kecil
hingga dewasa hanya dalam satu buku. Barangkali suatu saat bisa berguna. Meski
cepat, tapi semua bagian-bagian penting dalam kisah kehidupan mereka tak
terlewat dan cukup jelas.
Tak melulu tentang konflik
keluarga, disini pun ada kisah asmara Jusuf bersama seorang gadis yang kelak
akan menjadi istrinya, Mufidah. Mufidah gadis yang cukup tertutup, dan terkesan
sangat sulit didekati. Tapi dengan perjuangan Jusuf yang tak kenal mundur,
Jusuf akhirnya dapat menyunting gadis pendiam ini. Saya pun belajar, bahwa
wanita memang tidak semestinya mudah dimiliki, dipindah tangankan. Jadilah
wanita yang sulit dikejar, namun beruntung jika dimiliki.
Sejatinya saya belum pantas
mereview sebuah buku, karna saya sendiri pun belum menulis satu buku pun. Tapi
saya harap dengan mereview, saya juga sambil belajar menulis. Siapa tau kelak
saya bukan hanya sekedar menjadi pembaca, tapi juga menulis buku-buku yang akan
dibaca banyak orang di luar sana. Aamiin.
Akhirnya buku ini menjadi
buku yang cukup berkesan di hati saya. Meski tebal saya hanya menyelesaikan
buku ini dalam tempo beberapa hari. Penulis novel sangat piawai menguraikan
bagaimana perasaan tokoh, apa yang ia pikirkan, dan seterusnya. Juga berhasil
menyentuh hati saya bahwa ibu memang anugerah Allah yang sangat luar biasa :’)
KUTIPAN
Karena dari keluarga-lah
kita lahir dan tumbuh, kepada mereka jugalah kita mewariskan segalanya dan
menyerahkan hari-hari terakhir dalam hidup kita.
- Jusuf Kalla
Jusuf, kau telah mati jika
hidupmu tak lagi memberimu alasan untuk bersabar.
- Emma Athirah
(Hal. 4)
Kau tak akan pernah
kehilangan ibumu. Energinya akan ada besertamu sepanjang hidup.
(Hal. 4)
Inilah susahnya menghadapi
kaum hawa. Kau tak akan mendapat jawaban ketika kau membutuhkan jawaban. Dan,
kau diajak berputar dalam perjalanan rumit ketika kau bahkan tak melihat
sesuatu yang rumit.
(Hal. 13)
Boleh orang bilang
anak-anak kecil cepat melupakan sedih. Tapi rasa kehilangan adalah sejarah
abadi yang mendekam dalam hidup anak-anak yang sadar akan kehilangan itu.
(Hal. 27)
Kisahku adalah kisah
tentang anak laki-laki yang hidup mendampingi ibunya yang sakit hati.
- Jusuf
(Hal. 29)
Dan, bila hati seorang ibu
redup, itu artinya semesta di sekujur rumah juga suram.
(Hal. 65)
Ketentraman ternyata bukan
berasal dari apa yang kau lihat, tapi dari apa yang kau rasa. Kau bisa
mengheningkan dirimu tak berbuah sesuatu apa pun dan dunia boleh menganggapmu
sebagai orang yang tenang. Namun, bila dalam dirimu bergumul gelombang gelisah
yang tak bisa kau redakan, kau bukanlah manusia yang tenteram.
(Hal. 70)
Suatu saat kau akan belajar
dan mengerti arti kesetiaan. Sesuatu yang tidak hanya ada saat kau dihadapkan
pada sesuatu yang membuatmu bahagia. Tapi, juga saat kau berhadapan dengan
sesuau yang membuatmu berat.
- Emma Athirah
(Hal. 125)
Aku terdidik untuk paham
apa makna ikhlas. Ketika kau tak lagi berontak, bahkan untuk sesuatu yang
pantas kau teriakkan. Aku bukan lagi melupakan atau sengaja mengubur rasa sakit
hati. Melainkan, berdamai.
(Hal. 128)
Aku takut pada keinginan
untuk memiliki sebab tak kuyakin diriku pandai menjaga hati.
(Hal. 142)
Betapa indahnya kesabaran
bila ia telah benar ada di dalam perasaan, dan bukan serupa perkataan di mulut
belaka.
(Hal. 155)
Tak ada yang bisa kau
lakukan untuk mengecilkan perempuan. Semangat bangkit mereka tidak pernah bisa
dibayangkan besarnya. Betapa luas jangkauan hati seorang perempuan. Seperti ada
dunia-dunia baru yang bisa diarungi melalui perasaan yang diperbaharui.
(Hal. 157)
Apa yang lebih indah
daripada melihat orangtua yang kau cintai bergelimang rasa gembira?
(Hal. 161)
Sabar merupakan kunci dari
kebertahanan manusia melewati guncangan-guncangan di dalam hidup.
(Hal. 177)
Hidup di tengah banyak
perempuan memang penuh dengan ancaman dinyinyiri. Dan, celakanya, perempuan
nyaris selalu bisa menebak tepat.
(Hal. 190)
Laki-laki memang tak
sepenuhnya bisa diyakini. Cinta yang sangat kuat dengan fondasi yang kukuh di
awal tak menjamin munculnya kesetiaan yang abadi. Setiap perempuan boleh angkuh
memutuskan kepada siapa cinta dan kepercayaan hendak diberikan.
(Hal. 214)
Selalui kutemukan damai di
sisi air terjun. Memandang percikan airnya yang segar dan mendengar suara
gemuruh yang begitu gagah.
(Hal. 216)
Mereka (perempuan) harus
memilih untuk sesuatu yang akan menjadi teman seperjuangan sepanjang hidup.
Mereka harus memilih yang layak dipercaya.
(Hal. 230)
Laki-laki memiliki
keputusannya sendiri tentang perasaan cinta. Tapi kesetiaan perempuan adalah
pedoman yang berharga sebelum laki-laki membuat keputusan. Jangan pernah kau
sia-siakan perempuan yang mengasihimu dan setia kepadamu.
- Mak Kerra
(Hal. 233)
Jangan pernah bercita-cita
cepat menjadi orang kaya. Bercita-citalah menjadi orang yang bisa berbagi.
- Bapak Kalla
(Hal. 236)
Rindu ternyata membutuhkan
pemecahan. Jarak bisa memaksa seseorang untuk menekan rindu dan mengobatinya
dengan cara apa pun yang bisa dilakukan. Tapi ketika kau tahu bahwa jarak itu
bisa kau tumpas, maka kau akan keras kepala menerjang rindumu. Kau pasti ingin
bertemu.
(Hal. 239)
Organisasi akan
mematangkanmu. Kau bisa belajar berdiskusi, mencetuskan pikiran-pikiranmu,
menghargai pendapat orang lain dan bermusyawarah. Jangan menjadi pribadi yang
menyudut dan sunyi.
- Bapak Kalla
(Hal. 284)
Allah tidak akan memberikan
keindahan yang sempurna tanpa didahului perjalanan terjal.
- Emma Athirah
(Hal. 304)
Tidak semua hal dalam hidup
perlu kita sesali. Ada hal-hal yang telah kita putuskan, kita mulai dengan
teguh, dan harus kita hormati risikonya setelah waktu berjalan dan mendatangkan
perubahan.
- Emma Athirah
(Hal. 321)
Azan Subuh adalah pelembut
ragamu sebelum memulai hari.
(Hal. 326)
Laki-laki perlu memahami
perempuan begitu dalam dan lama untuk mendidik dirinya sendiri agar
sungguh-sungguh bisa memberikan cinta yang kokoh.
(Hal. 332)
Bisnis tidak perlu membuat
kita serakah. Bisnis memerlukan ekspansi, tapi ekspansi juga memerlukan
kearifan. Orang yang sukses lahir batin bisa menyeimbangkan keduanya.
- Emma Athirah
(Hal. 351)
Ketika seorang ibu
menangis, ia menciptakan hujan badai di rumah. Ketika seorang ibu tersenyum, ia
menciptakan berjuta sukacita. Jika seorang ibu meledakkan hatinya, keluarga
akan ikut meledak.
(Hal. 366)
==============================================================
Nah itu dia review dan kutipan novel Athirah karya Alberthiene Endah.
Baca juga review dan kutipan buku-buku koleksi saya yang lain disini. Selamat membaca buku :)
Komentar
Posting Komentar